A. Pengertian
Menggambar Imajinasi.
1. Pengertian
Menggambar.
Untuk
memahami apa sebenarnya menggambar itu, kita harus menemukan maknanya lebih
dalam karena lain menggores-goreskan pensil atau kuas dengan jari. Pada
hakekatnya menggambar ini adalah pengungkapan seseorang secara mental dan
visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan warna. Menggambar
merupakan wujud pengeksplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan
kreativitas, bahkan bisa menjadi ekspresi dan aktualisasi diri. Pada intinya,
menggambar adalah perpaduan keterampilan, kepekaan rasa, kreativitas, ide,
pengetahuan, dan wawasan. Menggambar bisanya digunakan untuk mengungkapkan
suatu ide. Tidak hanya ide kreatif dari seorang seniman, setiap orang juga
seringkali menggunakan gambar untuk menjelaskan buah pikirannya.
Ada
beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya mengembangkan kreativitas dan
imajinasi anak, yaitu :
a. Menggambar
dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai
gambarnya sendiri tanpa menjiplak atau dengan contoh pola. Dengan demikian anak
dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan, bereksperimen, dan melampaui
kemampuannya.
b. Menggambar
berdasarkan pengalaman/kenangan.
Menggambar dengan metode ini lebih
memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman dan
kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak menggunakan pertanyaan untuk
membantu mereka mengingat detail yang berarti dari pengalaman mereka.
c. Menggambar
berdasarkan imajinasi.
Kejadian mendorong kita untuk keluar
dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model. Menggambar
dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin.
Untuk pembelajaran menggambar anak
usia 6-12 tahun kami menggunakan model pembelajaran observasi. Model ini kami
kembangkan karena merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
pada belajar kreatif, belajar aktif, dan konstruktivis. Metode observasi
langsung selain sebagai sumber yang baik sebagai konten, dia juga merupakan
sumber imajinasi (area yang penting dalam perkembangan berpikir), pengalaman,
ingatan, dan kejadian khusus (baik dan buruk) dalam kehidupannya (ini penting
untuk perkembangan emosinya).
Kegiatan
coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak sangat
menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang
diberikan anak akan termotivasi membuat gambar. Kegiatan mencoret-coret ini
dapat mengembangkan gerak motorik kasarnya. Sebelum tahap menggambar bentuk,
anak biasanya melewati tahap mencoret-coret. Setelah tangannya cukup lentur,
mereka akan dapat menggambar bentuk, dan lain sebagainya.
Kegiatan
menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran
atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara
manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata
lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa. Ada 3 tahap perkembangan anak
yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:
a. Pertama,
tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun.
Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga
coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang
kusut.
b. Tahap
kedua, juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap
ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil
goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian
lingkaran-lingkaran.
c. Tahap
ketiga, pada anak usia 3 ½ – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih
luwes. Mereka sudah mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun
sudah lebih. Tujuan menggambar bagi anak :
1)
Mengembangkan kebiasaan pada
anak untuk berekspresi.
2)
Mengembangkan daya kreativitas.
3)
Mengembangkan kemampuan
berbahasa.
4)
Mengembangkan citra diri anak.
2.
Pengertian Imajinasi
Sebagian orang menganggap imajinasi itu penting, tetapi
sebagian yang lain mungkin mengabaikannya. Namun, siapaun yang mempunyai
kreativitas, tentu akan meningkatkan imajinasi sebagai hal yang penting. Ibarat
jendela, imajinasi mengantar kita untuk membuka rumah pikiran kita dan kemudian
menggapai dalam-dalam dan jauh-jauh sebuah ide, fakta, realitas, hinggan
fenomena.
Imajinasi merupakan potensi yang dimiliki manusia dan
yang menggerakkan hidup manusia. Melalui imajinasi, manusia memahami dan
membentuk dirinya, serta seluruh kehidupan ini. Begitu pentingnya imajinasi
Albert Ainstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting dari pada ilmu
pengetahuan. Karena dengan imajinasi
yang ada dalam otak, akan menggugah tubuh kuta untuk mencari tahu semua yang
ada dalam imajinasi. Sehingga muncullah ragam ilmu pengetahuan
Mengenai pentingnya imajinasi, Wass (Laily, 2009:83)
sampai pada kesimpulan bahwa imajinasi adalah cara berfikir alami yang
menghasilkan perubahan, bahkan sebelum kita menyadarinya. Berfikir secara sadar
melalui latihan berimajinasi memiliki potensi untuk membantu seseorang meraih
cita-cita dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan pribadi.
B. Manfaat
Menggambar untuk Perkembangan Anak.
Menggambar merupakan aktivitas yang penuh stimulasi
terhadap proses tumbuh kembang anak. Seperti halnya menulis dan kegiatan
bermain, menggambar memiliki manfaat untuk perkembangan anak. Secara edukatif,
menggambar merupakan metode belajar yang menyenangkan bagi anak-anak di usia 7
tahun pertama karena secara alamiah anak-anak sangat suka menggambar atau
membuat coretan-coretan pada banyak media yang ditemukannya, seperti dinding,
kain sprei, kertas, buku atau benda-benda mainannya. Kegiatan ekspresif seperti
ini merupakan aktivitas kreatif anak yang perlu diperhatikan , dikembangkan dan
disalurkan dengan tepat, sehingga dapat menunjang optimasi perkembangan minat,
bakat juga kecerdasannya.
Masa kecil merupakan masa keemasan
anak dan sebagai pembelajar sejati, anak-anak tidak hanya membutuhkan
kelengkapan sarana atau fasilitas untuk menggambar, tetapi lebih dari itu
mereka membutuhkan suasana yang nyaman dan menyenangkan. Menggambar biasanya berkaitan dengan dunia bermain anak yang penuh
keceriaan. Karena itu, perhatian, dukungan, motivasi dan apresiasi orang tua
sebagai orang terdekat sangat diperlukan untuk membangun suasana fun, tetapi
kebermanfaatannya sebagai metode belajar tetap tercapai. Dan manfaat menggambar
untuk anak adalah:
1.
Pertama, menggambar dalam bentuk apapun merupakan ekspresi dan bagian dari
proses kreatif dan imajinatif mereka di masa kecil. Dengan menggambar, anak
akan belajar mencipta atau berkreasi, menuangkan ide-idenya, serta
memvisualisasikan dan merealisasikan imajinasinya dalam sebuah karya.
2.
Kedua, membantu proses perkembangan aspek kognitif, kecerdasan emosional
dan kecerdasan motorik mereka. Menggambar dapat membantu meningkatkan
konsentrasi anak, melatih daya ingat, kesabaran, ketelitian dan keuletan anak
dalam menghasilkan sesuatu. Selain sebagai bentuk ekspresi, menggambar juga
dapat membantu menyalurkan bentuk-bentuk emosi yang dirasakan anak melalui
gambar. Menggambar juga melatih keterampilan dan kemampuan motorik halus anak.
Seperti halnya menulis, menggambar dapat melatih gerak tangan untuk
menghasilkan tulisan atau bentuk gambar yang lebih baik.
3.
Ketiga, mengasah bakat anak yang bisa berdampak signifikan terhadap
kemampuan dan skil mereka di masa depan. Semua anak mungkin suka menggambar dan
bisa menggambar, tetapi anak yang berbakat menggambar bisa menghasilkan gambar
yang lebih bagus. Karena itu, ketika anak mulai mencorat-coret media yang
ditemukannya, simpanlah kata “jangan” dan gantilah dengan memberikan media
menggambar yang tepat seperti kertas, buku gambar, atau karton. Biarkan mereka
berekspresi, serta berikan pula apresiasi atas gambar yang mereka buat atau
mereka warnai. Bakat bisa diminati jika terus dilatih, dibiasakan dan
dikembangkan dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan.
4.
Keempat, menggambar sebagai sebuah stimulus untuk menumbuhkan minat
belajar, sekaligus metode pembelajaran dan pendidikan berbasis kreativitas,
dengan syarat anak dibiarkan mengekspresikan pikiran dan perasaannya lewat
gambar tanpa selalu diberikan objek tiruan. Gambar yang berantakan khas coretan
anak lebih mencerminkan naturalitas dan kreativitas daripada kehalusan bentuk
yang dihasilkan dari meniru objek yang ada.
C.
Pola
Perkembangan Menggambar Pada Anak.
Karakter gambar anak berkembang seiring pertambahan usianya.
Menggambar merupakan kegiatan ekspresi kreatif yang populer di kalangan
anak-anak. Pengalaman batin yang sederhana pada anak-anak merupakan kenangan
indah dan hangat yang sewaktu-waktu bisa diungkapkan dengan berekspresi dan
juga merupakan pendorong baginya. Sebagian besar kehidupan anak-anak dipenuhi
dengan permainan, permainan sebagai bagian yang menyeluruh dalam kehidupan
anak. Dalam permainnya anak senantiasa meniru-niru orang dewasa, mereka membuat
rumah-rumahan, membersihkannya, mengecatnya, menatanya layaknya orang dewasa.
Perhatikanlah, ada kalanya ketika
kita sedang menulis, si anak akan menirunya dengan mengambil kertas dan membuat
goresan-goresan, sekalipun goresan-goresan itu bagi kita tidak bermakna, tetapi
nampak anak mendapat kepuasan. Jadi bukan makna dari goresan itu yang berarti
bagi anak, tetapi kepuasan yang lebih diutamakan. Buktinya anak akan semakin
senang dan semakin rajin menggores. Hal itu bukan tanpa arti, tetapi merupakan
langkah awal bagi anak dalam melakukan gerak motoriknya, gerak kordinasi antara
tangan dan mata.
Ini akan menrupakan langkah yang
penting dalam kehidupan selanjutnya walaupun dilakukan secara santai sambil
bermain-main. Oleh karena itulah, dalam memimbing anak dalam menggambar harus
diciptakan suasana santai dimana anak dapat mengembangkan imajinasinya dengan
leluasa. Menggambar bagi anak adalah bagian dari permainan, dimana mereka dapat
mengembangkan daya imajinasinya.Sebagaimana kemampuan lain pada umumnya,
kemampuan menggambar anak sudah berkembang bahkan sejak periode batita. Lebih
dari itu gambar yang dihasilkan oleh seorang anak di setiap periode memiliki
arti dan karakteristik yang berbeda-beda.
Viktor Lowenfeld dalam bukunya Creative and Mental Growth (1982)
meneliti tingkat perkembangan menggambar anak berdasarkan usia, menganalisis
tentang periodisasi yang menjadi ciri umum lukisan anak-anak sesuai waktu
(usia) dan tahap perkembangan sosial intelektual mereka, sebagai berikut:
a. Periode
Coreng-Moreng (Scribbling Stage).
Periode
ini berlaku bagi anak berusia 2 sampai 4 tahun (masa prasekolah). Gambar yang
dibuat tanpa makna, hanya perbuatan meniru orang lain, tetapi merupakan latihan
gerak motorik dari koordinsai gerakan tangan dan mata, gambar berupa goresan
tipis tebal dengan arah yang belum terkendali. Periode ini terdiri dari 3 fase,
hanya setiap fase jaraknya sangat singkat sekali, sehingga dianggap satu fase.
b. Goresan Tak
Beraturan.
Gambar
tanpa makna, karena anak melakukannya hanyalah meniru orang lain, belum dapat
membuat coretan berupa lingkaran, karena hanya merupakan latihan gerak motorik
antara mata dengan gerak tangan, bentuk garis sembarangan, bersemangat tanpa
melihat ke kertas, merupakan fase yang paling awal dalam tahap perkembangan
menggambar anak.
Gambar
1 Dalam goresan tak beraturan, pena tidak lepas dari kertas. (Lowenveld,1975)
c. Goresan
Terkendali.
Berupa
goresan-goresan tegak, mendatar, lengkung bahkan lingkaran, coretan dilakukan
berulang-ulang. Nampak anak mulai memerlukan kendali visual terhadap coretan
yang dibuatnya, disini koordinasi antara perkembangan visual (gerak mata)
dengan gerak motorik (tangan) semakin lengkap. Goresan dibuat dengan penuh
semangat.
Gambar
2 Goresan terkendali memperlihatkan gerakan yang bervariasi, dengan ditambah
menggunakan gerakan otot kecil. (Lowenveld,1975)
d. Goresan
Bermakna.
Pengalaman
anak dalam membuat goresan semakin lengkap, gambar anak mulai terwujud menjadi
satu kesatuan, bentuk yang semakin bervariasi, anak mulai memberi nama pada
hasil coretannya dan mulai menggunakan warna. Dalam menggambar, anak belum
mempunyai tujuan untuk menggambar sesuatu, karena fase ini lebih didasari oleh
perkembangan fisik dan jiwa anak. Anak yang normal pasti suka meggambar.
Gambar
3 Anak usia 4 tahun menggambar dengan maksud tertentu. (Lowenveld,1975)
e. Periode
Pra Bagan (Pre Schematic Stage)
Periode
ini berlaku bagi anak berusia 4-7 tahun. Sejalan dengan meningkatnya
perkembangan anak, pengalaman anakpun makin bertambah, lingkup sosial makin
luas, anak berkesempatan mencipta, bereksperimen, menjelajah, dan berbagai hal
baru yang erat dengan perkembangan jiwa, rasa maupun emosinya. Anak mulai
mengenal dunia baru, mengenal sekolah, teman sebaya, guru, dan lingkungan baru.
Sehingga gambar yang dibuat oleh anak mulai menggambar bentuk-bentuk yang
berhubungan dengan dunia sekitar mereka. Rumah, manusia pohon dan lingkungan
sekitarnya menjadi obyek yang menarik perhatian anak. Terutama gambar manusia,
jarang anak seusia ini menggambar manusia dari samping, mereka lebih menyukai
gambar dari arah depan, karena dapat memuat unsur wajah yang lebih lengkap.
Unsur
warna kurang diperhatikan, anak lebih tertuju pada hubungan antara gambar dan
obyek gambar. Warna menjadi subyektif karena tidak mempunyai hubungan dengan
obyek. Sedangkan konsep ruang tak lain adalah apa yang ada di sekitar dirinya,
menjadikan tidak logisnya antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.
Gambar 4.
Bentuk dasar yang paling esensi terdapat pada gambar anak ini, yaitu jari kaki
merupakan dianggap bagian yang penting. (Lowenveld,1975)
Anak
kelas satu SD berusia antara 6 – 7 tahun yang mana pada usia ini anak sangat
peka pada lingkungannya. Ia selalu ingin tahu, senang mencoba, benaknya selalu
dipenuhi dengan pertanyaan “mengapa”? dan hasil pengamatan terhadap gambar anak
kelas satu sebagai berikut:
1) Belum
ada kesadaran ruang objek yang mereka gambar terkesan tegak lurus atau datar
dan terkesan tidak memiliki ruang.
2) Ukuran
objek tidak proporsional antara satu dengan yang lainnya.
3) Cenderung
menggunakan warna-warna yang mencolok.
4) Segi
perspektifnya belum ada.
5) Sudah
mampu menggambar suatu bentuk geometris, contohnya persegi panjang sesuai
dengan imajinasinya.
6) Merupakan
curahan dari perasaannya dan kreasi dari hasil imajinasinya.
f. Periode
Bagan (Schematic Stage)
Gambar
5. Empat bentuk yang serupa, seluruhnya menghadap ke depan. (Lowenveld,1975)
Periode
ini berlaku bagi anak berusia 7-9 tahun. Sejalan dengan tahap perkembangan
anak, pada akhir tahap ini perkembangan akal sudah mulai mempengaruhi gambar
anak. Anak sudah mulai menggambar obyek dalam suatu hubungan yang logis dengan
gambar lain. Konsep ruang mulai nampak dengan adanya pengaturan antara hubungan
obyek dengan ruang, gambar mulai realistis, mulai mengarah ke bentuk-bentuk
yang mendekati kenyataan.
Ciri utama
gambar anak pada fase ini adalah adanya garis dasar yang merupakan tempat obyek
atau benda-benda berdiri, merupakan suatu perkembangan yang wajar. Muncul
gejala yang disebut “folding over”, yakni cara menggambar obyek tegak
lurus pada garis dasar, meskipun obyek akan nampak terbalik. Ciri lainnya,
adanya gambar yang disebut “sinar X” (X-ray), yakni gambar yang berisi
benda atau obyek lain dalam suatu ruang yang sebenarnya tidak kelihatan.
Gambar
dibuat berdasarkan ide anak itu sendiri, misalnya gambar rumah yang kelihatan
bagian dalamnya seolah-olah rumah tersebut terbuat dari kaca bening. Warna
mulai obyektif, artinya anak menyadari adanya hubungan antara warna dengan
obyek. Disini anak telah menemukan konsep tertentu mengenai warna, yakni bahwa
obyek tertentu akan memiliki warna tertentu pula. Ciri lain yang kurang
menguntungkan, gambar nampak lebih kaku. Anak cenderung mencontoh gambar orang
lain, hal ini karena berkembangnya sifat kooperatif di antara mereka.
Anak kelas tiga SD berusia antara 8-9 tahun, yang
mana pada usia ini masuk pada kategori masa bagan. Pada usia ini konsep sudah
berkembang yang mana anak cenderung mengulang-ulang bentuk gambar yang sudah
mereka buat. Gambar mereka belum menampakkan ada kesan ruang atau masih
berkesan datar. Karya seni rupa mereka merupakan cermin pengetahuan tentang
lingkungannya. Berikut hasil observasi pada perkembangan gambar anak kelas 3 SD.
1) Karya
seni termasuk gambar rebahan, karena semua benda terletak tegak lurus pada
latarnya.
2) Masih
belum memiliki kesadaran ruang yang mana seharusnya pada usia ini anak sudah
mulai memiliki kesadaran ruang.
3) Cenderung
mengulang-ulang bentuk yang sudah mereka gambar, dalam hal ini terlihat bentuk
kotak atau persegi empat banyak diulang.
4) Gambar
merupakan curahan perasaannya hal ini terlihat dari banyaknya jumlah matahari.
5) Mulai
mengeksplorasi lingkungan, yang mana hal ini terlihat pada gambar anak yang
merekam kejadian sehari-hari yaitu melihat penjual dengan kereta dorong.
6) Mulai
memahami tantang perspektif, yang mana hal ini terlihat dari gambar pohon yang
dekat terlihat lebih besar.
7) Menggambarkan
letak anggota badan sudah tepat
8) Proporsi
tubuh manusia tergantung pada suasana hatinya
9) Bentuk
badan digambarkan secara geometris.
g. Periode
Awal Realisme (Early Realism Stage).
Gambar 6. Anak usia 10 tahun membuat
gambar dengan menggunakan berbagai garis dasar. Dahan yang rumit
bertumpukdengan tumbuhan lain, matahari muncul di balik awan. (Lowenveld,1975)
Periode
ini berlaku bagi anak berusia 9 sampai 12 tahun (kelas IV SD-VI SD) disebut
pula “usia pembentuk kelompok”. Masa ini ditandai oleh besarnya perhatian anak
terhadap obyek gambar yang dibuatnya. Bentuk-bentk gambar mulai mengarah ke
bentuk realistis, tetapi nampak lebih kaku, hal ini sebagai akibat perkembangan
sosial yang meningkat, mereka lebih memikirkan bentuk gambar yang dapat
diterima oleh lingkungannya, akibatnya spontanitas berkurang.
Pada tahap
ini, anak mulai mengekspresikan obyek gambar dengan karakter tertentu, lelaki
atau wanita secara jelas. Karakteristik warna mulai mendapat perhatian,
walaupun belun adanya penampilan dalam hal perubahan efek warna dalam terang
dan bayang-bayang. Dalam gambar adanya penemuan penggambaran bidang dasar
sebagi tempat pijakan (ground) benda dan obyek gambar. Adanya garis
horizon, walaupun fungsinya belum dimengerti, sehingga kesan perspektif akan
kelihatan janggal. Terlihat adanya menghias (mendekoras ) obyek gambar.
Anak kelas empat SD berusia antara 10-11 tahun yang
mana sudah memasuki masa awal realisme, yang mana berarti sudah mulai
timbul kesadaran perspektifnya, namun mereka masih menggambarkan sesuatu
berdasarkan penglihatannya bukan kenyataan. Berikut hasil observasi terhadap
perkembangan gambar anak .
1) Banyak
menggunakan warna-warna terang namun terkesan lembut.
2) Anak
mulai mengenali objek secara keseluruhan dengan lingkungannya tidak
terpisah-pisah, hal terlihat dari cara anak mengambar awan yang bertumpuk.
3) Sudah
mulai menggunakan perspektif dalam gambarnya
4) Anak
menggambar sesuai dengan penglihatannya/persepsinya hal ini dapat terlihat dari
warna langit yang diberi warna oranye.
5) Masih
ada anak yang menggambar dengan gambar rebahan yang mana semua benda terletak
tegak lurus pada latarnya.
6) Sebagian
gambar anak masih terkesan datar, namun ada gambar yang terlihat memiliki kesan
ruang.
7) Sebagian
gambar memiliki Proporsi yang belum seimbang, namun ada satu gambar yang sudah
memiliki proporsi, hal ini terlihat dari gambar pohon kelapa yang dekat
terlihat lebih besar sedangkan perahu yang letaknya jauh terlihat lebih kecil.
h. Periode
Naturalistik Semu (Pseudo Naturalistic Stage).
Gambar
7. Gambar lebih detail, memperhatikan lingkungan di sekitarnya.
(Lowenveld,1975)
Periode
ini berlaku bagi anak berusia 12 sampai 14 tahun. Masa pra puber. Gambar yang
dibuat sesuai dengan obyek yang dilihatnya, sehingga timbul minat terhadap
naturalisme, terutama pada anak yang bertipe visual. Anak mulai menggambar
sesempurna mungkin, sehingga detail lebih diperhatikan, akibatnya spontanitas
hilang. Oleh karena itu pada periode ini merupakan akhir dari aktivitas
spontanitas. Anak menjadi kritis terhadap karyanya sendiri. Ia mulai
memperhitungkan kualitas tiga dimensi (perspektif).
Dari sekian banyak gambar yang
diteliti oleh Viktor Lowenfeld, tidak ada satu pun gambar anak dari Indonesia
yang dipilih menjadi sampel. Kenyataannya, ada sekitar 10 gambar anak-anak
Indonesia yang sejenis, yakni gambar pemandangan alam dengan dua buah gunung
yang diantaranya menyembul matahari dengan pancaran sinarnya. Di bawah gunung
terhampar sawah atau sebuah danau atau laut dengan perahu layarnya. Semua ini
ada kemungkinan akibat metoda mencontoh yang diajarkan di bangku sekolah dasar.
Kedua, karena pengaruh lingkungan
yang kental yang mempengaruhi anak, disamping memori anak memang kuat. Mereka
mampu menyerap apa yang mereka lihat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, seperti dari buku-buku komik, kalender, bahkan dari media visual
lainnya (televisi, majalah, koran dan lain-lain). Oleh karenanya, alangkah
lebih baiknya apabila sebagai orang tua kita mau mengambil langkah pertama,
membuat suatu perubahan dalam membebaskan kreatifitas anak.
“Membebaskan” anak menggambar sama
dengan membebaskan anak dalam menuangkan imajinasi dan mengungkapkan dirinya
melalui gambar. Melalui menggambar, secara tanpa disadari anak dapat belajar
memecahkan persoalan yang dihadapi. Dengan menggambar anak dapat bermain dan
berekspresi dengan sepuas-puasnya. Jadi, tugas guru dan orang tua sebaiknya
tidak mengajarkan konsep pendidikan seperti di masa lalu, dimana anak dianggap
sebagai mahluk yang lemah, serba tidak tahu.
Mengembangkan
imajinasi anak merupakan upaya untuk menstimulasi, menumbuhkan dan meningkatkan
potensi kecerdasan juga kreativitasnya di masa pertumbuhannya. Imajinasi anak
berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan ia berbicara dan berbahasa.
Seperti bermain, dunia imajinasi juga merupakan dunia yang sangat dekat dengan
dunia anak. Imajinasi anak merupakan sarana untuk mereka berselancar dan
belajar memahami realitas keberadaan dirinya juga lingkungannya. Karena itu,
orang tua dapat mengembangkan imajinasi anak dengan menstimulasi tumbuh
kembangnya potensi dan kemampuan imajinatif anak untuk diekspresikan dengan
efektif.
Sebuah
imajinasi lahir dari proses mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua
kekuatan yang bersifat emosi untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang
pemikiran dan gagasan kreatif, serta memberikan energi
pada tindakan kreatif. Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari
aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita,
imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat
suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi
ide-ide imajinatifnya kepada orang lain, khususnya orang tuanya. Karena itu,
berimajinasi mampu membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala
“mencengangkan”. Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak
anak lebih aktif merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak
pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan
pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di
dalam imajinasinya.
Bagi
anak-anak, berimajinasi merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk
kemalasan. Imajinasi anak bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari
tayangan yang ditontonnya atau pengaruh dari dongeng dan cerita
yang didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul secara murni dan orisinil
dari dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan
kemampuan otak yang dianugerahkan Tuhan. Jika kita mampu mengasah,
mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat
bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih
produktif karena potensi dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal
tumbuhkembangnya daya cipta dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah
kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
Manfaat
imajinasi anak berkaitan erat dengan tumbuh kembangnya kreativitas dalam diri
anak. Berikut beberapa manfaat imajinasi anak bagi perkembangan dan kepribadian
anak sebagai berikut:
1.
Terampil berkomunikasi dan bersosialisasi.
Menurut
Dorothy Singer, seorang profesor psikologi dari Yale
University, anak-anak yang aktif berimajinasi cenderung lebih cerdas dan mudah
bersosialisasi saat berada di sekolah. Dengan berimajinasi, anak melibatkan
kapasitas otaknya, sehingga kecerdasan otak lebih terasah. Dalam berimajinasi,
tentu saja ia sering kali memainkan peran sebagai tokoh tertentu yang tidak
selalu sama, sehingga dalam realitas sehari-hari, ia lebih mudah berkomunikasi,
memerankan perannya sebagai anak, teman bahkan ibu atau guru. Ia juga memiliki
banyak cerita berkaitan dengan imajinasinya yang akan semakin memudahkannya
berceloteh, ngobrol dengan teman dan lingkungan sosialnya. Semua ini bisa
membuat anak lebih mudah memecahkan suatu persoalan karena ia akan memiliki
sudut pandang yang berbeda atas suatu masalah berdasarkan pengalaman dan
kemampuan imajinatifnya.
2.
Mahir menganalisa, aktif dan berpikir kreatif.
Berimajinasi
membuat anak lebih aktif dan kreatif.
Imajinasi akan menstimulasi gerak tubuh, emosi dan kinerja otak anak untuk melakukan
sebuah tindakan kreatif. Dalam kondisi tertentu, semua yang dilakukannya,
dilihatnya dan didengarnya akan dianalisanya, sehingga dengan berimajinasi ia
lebih mahir menganalisa kejadian, sesuatu atau masalah yang dihadapinya. Dapat
dikatakan, imajinasi membuat anak lebih kreatif dalam berpikir dan bertindak.
Ia akan mencoba menganalisa sesuatu dengan kemampuan imajinatifnya itu,
menuntun dan merunutnya dengan logika apa saja yang bisa dan mungkin terjadi.
Di masa depan, kemampuan ini sangat membantu karena permasalahan hidup akan
semakin kompleks dan heterogen.
3.
Memperkaya pengetahuan anak.
Dengan
berimajinasi, ide-ide kreatif anak
semakin bermunculan dan berkembang. Hal ini akan semakin mengasah dan mendorong
rasa keingintahuannya. Keingintahuan yang besar akan mendorong mereka untuk mencari,
menggali lebih dalam dan berkesperimen untuk memuaskan keingintahuannya
tersebut. Semakin banyak yang digali dan dicoba, semakin kaya pula
pengetahuannya. Proses menggali dan mencari ini bisa dilakukannya melalui
kegiatan bermain dan ragam permainan, membaca atau bertanya langsung.
4.
Lebih percaya diri, mandiri dan mampu bersaing.
Berpetualang
di dunia imajinasi membuat anak merasa nyaman. Ketika ada dukungan dan dorongan
untuk mengekspresikannya, ia akan merasa percaya diri. Kepercayaan diri ini
akan membuatnya lebih siap dan mampu bersaing di lingkungannya karena secara
tidak langsung keterlibatan emosi,
gerak tubuh dan kemampuan otak dalam berimajinasi membekalinya kesiapan mental
untuk bersaing. Keberanian dan kesiapan bersaing, tidak selalu berdampak
negatif karena kesiapan ini justru bisa membuatnya semakin mandiri dalam
melakukan aktivitasnya, tanpa harus selalu tergantung kepada orang tuanya.
5.
Memunculkan bakat anak.
Dengan
berimajinasi, anak dapat menggali, mengangkat dan memunculkan bakatnya yang
mungkin saja terpendam. Bakat merupakan ciri universal yang khusus, pembawaan
yang luar biasa sejak lahir yang dapat berkembang dengan adanya interaksi dari
pengaruh lingkungan. Berimajinasi bisa membuat anak menemukan arti
kenyamanan yang bermuara pada bakatnya, sehingga yang muncul dari imajinasinya
tersebut adalah bakatnya sendiri. Penting kita ketahui bahwa dalam imajinasi
itu ada dua hal bermakan yakni inovasi dan kreasi. Kedua hal bisa optimal
dengan peran bakat, minat serta dukungan lingkungan (suasana) yang
menyenangkan.
Dengan mengetahui manfaat imajinasi anak tersebut, orang
tua bisa lebih memahami cara menyikapi, mengasah dan mengembangkan imajinsi
anak untuk perkembangan dan kepribadian anak. Sehingga anak bisa meluangkan imajinasinya pada sebuah gambar imajinasi
yang ia buat, tanpa membuat orangtua khawatir akan pengaruhnya bahwa menggambar
imajinasi dapat mengasah keterampilan otak kanan anak.
Sebagai orang terdekat yang memiliki ikatan batin kuat
dengan anak, orang tua merupakan “pemeran” yang sangat dibutuhkan dalam
mengasah dan mengembangkan imajinasi anak secara optimal, sehingga manfaat
imajinasi tersebut menjadi energi yang bersinergi terhadap kecerdasan,
perkembangan dan kepribadiannya.
1. Pertama,
orang tua harus menjadi pendengar yang baik dan aktif terhadap imajinasi anak.
Aktif berarti memberikan respon yang baik, menstimulasinya dengan pertanyaan-pertanyaan
kreatif dan mendorongnya untuk berekspresi baik secara verbal maupun non
verbal. Orang tua bisa saja mengarahkan anak untuk menuliskan imajinasinya
dalam diary
atau menulisnya dalam bentuk sebuah karya tulis jika anak sudah mampu
baca-tulis.
2. Kedua,
ajak anak kita bermain karena bermain merupakan dunianya. Biarkan anak bebas
menentukan pilihan dan melakukan permainan
tertentu sesuai keinginannya, asalkan sesuai dengan kemampuan berpikir serta
fisiknya. Bermain peran bisa menjadi pilihan tepat, orang tua bisa lebih cermat
memberikan pilihan peran bagi mereka. Permainan peran membantu perkembangan
emosi anak dan memudahkan mereka bersosialisasi dengan lingkungannya. Gunakan
alat bantu yang tidak membahayakan anak, seperti kartu, mobil-mobilan atau
boneka untuk membantu mereka bermain peran. Misalnya, anak berperan sebagai
ayah dan ibu memerankan boneka sebagai anaknya. Pendampingan dan kebebasan akan
mengeratkan ikatan batin dan membuat anak merasa lebih dihargai dan percaya
diri.
3. Ketiga,
orang tua jangan terlalu banyak melarang anak , termasuk melarangnya menangis
dan tertawa di saat yang tepat karena larangan bisa saja menghambat imajinasi
dan membatasi kreativitasnya Berikan pernyataan yang bersifat anjuran agar anak
merasa termotivasi. Pernyataan yang bersifat anjuran akan memberi motivasi
positif pada anak. Misalnya, menyatakan “Ade bisa jatuh kalau lompat seperti
Spiderman karena Ade belum kuat. Mendingan Ade bantu Ibu, kan Spiderman suka
menolong orang.” lebih baik daripada menyatakan “Jangan lompat, nanti kaki kamu
patah!”.
4. Keempat,
perdengarkan musik yang sesuai dengan ritme jantung dan denyut nadi, bacakan
buku cerita, komik atau dongeng, serta dampingi anak bermain komputer dan
belajar menulis
karena semua hal tersebut akan merangsang dan membantu mengembangkan imajinasi
anak.
5. Kelima,
ciptakan suasana yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak. Seperti halnya
belajar dan menerapkan metode mendidik,
suasana nyaman dan menyenangkan akan membuat imajinasinya berkembang.
Perhatikan pula letak benda-benda yang bisa membahayakan anak, seperti gunting,
pisau, atau barang yang mudah pecah. Imajinasi dan kreativitas anak seringkali
tidak terduga, sehingga orang tua patut mengantisipasinya sejak awal.
Bermain, berimajinasi dan berkreasi merupakan dunia
anak. Dalam permainan, terdapat unsur pleasurable (menyenangkan), enjoyable
(menikmati), imajinatif dan aktif, sehingga tanpa bermain, imajinasi tidak akan
berkembang dengan baik, menjadi sebuah ide dan tindakan kreatif. Ketiga hal
tersebut merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan pikiran, perasaan dan
gerak tubuh anak yang sejatinya bermanfaat bagi perkembangan dan
kepribadiannya.